Kurikulum 2013 - Ada 3 (tiga) hal penting yang menjadi agenda atau fokus dalam implementasi kurikulum 2013 (K13/Kurtilas).
Pada Tahun 2017, implementasi kurikulum 2013 (K-13) memasuki tahun ke-4. Di jenjang Sekolah Dasar (SD), pada tahun 2016, K-13 telah dilaksanakan di 37.034 sekolah. Pada Tahun 2017/2018, Kemendikbud menargetkan sekolah yang mengimplementasikan K-13 sebanyak 35% sekolah sasaran baru atau sebanyak 52.572 sekolah, sehingga diharapkan sebanyak 60% dari seluruh SD telah menerapkan K-13 (Kemdikbud, 2017).
a. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) tidak lepas dari program Nawa Cita yang menjadi visi Presiden Joko Widodo. Ada 5 nilai yang menjadi fokus PPK, yaitu nasionalis, integritas, mandiri, gotong rotong, dan religius. Penjabaran dari nasionalis seperti; cinta tanah air, semangat kebangsaan, dan menghargai kebhinekaan. Penjabaran dari nilai integritas seperti; kejujuran, keteladanan, kesantunan, dan cinta pada kebenaran.
Pada Tahun 2017, implementasi kurikulum 2013 (K-13) memasuki tahun ke-4. Di jenjang Sekolah Dasar (SD), pada tahun 2016, K-13 telah dilaksanakan di 37.034 sekolah. Pada Tahun 2017/2018, Kemendikbud menargetkan sekolah yang mengimplementasikan K-13 sebanyak 35% sekolah sasaran baru atau sebanyak 52.572 sekolah, sehingga diharapkan sebanyak 60% dari seluruh SD telah menerapkan K-13 (Kemdikbud, 2017).
Direktur
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbud Hamid Muhammad, pada saat
menyampaikan sambutan pada kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Tim Pengembang
Kurikulum 2013 Sekolah Dasar Tingkat Provinsi tanggal 14 Maret 2017 di Hotel Allium
Tangerang, mengatakan bahwa ada 3 hal penting yang menjadi agenda atau fokus
dalam implementasi K-13, yaitu:
- penguatan pendidikan karakter;
- penguatan literasi, dan
- pembelajaran abad 21.
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) tidak lepas dari program Nawa Cita yang menjadi visi Presiden Joko Widodo. Ada 5 nilai yang menjadi fokus PPK, yaitu nasionalis, integritas, mandiri, gotong rotong, dan religius. Penjabaran dari nasionalis seperti; cinta tanah air, semangat kebangsaan, dan menghargai kebhinekaan. Penjabaran dari nilai integritas seperti; kejujuran, keteladanan, kesantunan, dan cinta pada kebenaran.
Penjabaran dari nilai mandiri
seperti; kerja keras, disiplin, kreatif, berani, dan pembelajar. penjabaran
dari nilai gotong royong seperti; kerjasama, solidaritas, saling menolong dan
kekeluargaan. Adapun penjabaran dari nilai religius seperti; beriman dan
bertakwa kepada Tuhan YME, bersih, toleransi, dan cinta lingkungan. Orang tua,
guru, masyarakat, dan para pemegang kebijakan tentunya dapat mengembangkan
penjabaran nilai-nilai lainnya sepanjang relevan dengan lima nilai yang menjadi
fokus PPK.
Karena bangsa-bangsa hebat dan
maju di dunia ini pada umumnya berkarakter kuat, seperti pekerja keras,
disiplin, jujur, berintegritas, memiliki rasa cinta tanah air yang tinggi. Oleh
karena itu, bangsa Indonesia, sebagai salah satu bangsa terbesar di dunia perlu
juga diperkuat karakternya agar dapat menjadi bangsa yang maju, beradab, dan
kompetitif di tengah ketatnya persaingan globalisasi dan Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA), serta dalam rangka mempersiapkan generasi emas tahun 2045.
Pendidikan karakter disamping
mengacu kepada Nawa Cita yang digulirkan presiden Joko Widodo, juga merupakan
amanat dari Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pada pasal 3 disebutkan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Hamid Muhammad menyampaikan bahwa
PPK meliputi pada tiga hal. Pertama, penguatan kejujuran dan integritas.
Indonesia tidak kekurangan orang pintar, tetapi kekurangan orang jujur dan
berintegritas. Faktanya pada pelaku korupsi justru banyak berasal dari kalangan
berpendidikan tinggi. Pendidikan yang tinggi tidak selalu identik dengan
kejujuran. Keserakahan menjadi faktor utama terjadinya di kalangan orang
pendidikan memiliki jabatan di lembaga-lembaga pemerintahan. Justru banyak
orang yang berpendidikan rendah dan miskin jujur. Walau mereka kondisinya
miskin, tapi hatinya kaya, masih memiliki nurani, memiliki rasa takut dan malu
yang tinggi.
Kedua, penguatan sikap yang berkaitan dengan kinerja. Bangsa
Indonesia dikenal kurang menghargai waktu dan kurang disiplin. Hal ini dapat
kita lihat perilaku warga masyarakat di jalan raya. Pelaksanaan rapat yang
sering terlambat karena peserta banyak yang terlambat hadir alias jam karet,
terlalu banyak membuang waktu memperdebatkan yang kurang penting sehingga
kurang produktif.
Ada pribahasa Inggris yang
mengatakan bahwa waktu adalah uang. Begitu pun dalam ajaran agama Islam
diingatkan tentang kerugian bagi orang yang menyia-nyiakan waktu. Dalil Al
Qur’annya banyak dibaca, tetapi belum benar-benar dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari. Urusan disiplin justru bangsa Indonesia harus banyak mencontoh
kepada negara Jepang dan Korea selatan yang sangat menghargai waktu dan
produktivitasnya tinggi.
Ketiga, penguatan nasionalisme dan rasa kebangsaan. Nilai-nilai
Pancasila sebagai ideologi bangsa harus dikuatkan kembali. Hal ini bertujuan
agar semangat untuk mencintai negeri sendiri semakin tumbuh dan kuat di tengah
derasnya pengaruh budaya asing (barat) yang masuk ke Indonesia. Implementasi
nilai-nilai religi, kemanusiaan, persatuan dan kesatuan, musyawarah mufakat,
dan keadilan perlu ditanamkan, dikembangkan, dan dikokohkan kepada seluruh
bangsa Indonesia.
Hamid Muhammad juga menegaskan
bahwa karakter merupakan fondasi dalam implementasi K-13 sehingga perlu
benar-benar diinternalisasikan dalam pembelajaran. Dan tentunya guru adalah
sosok kunci yang diharapkan menjadi ujung tombak dalam implementasinya. Selain
itu, perlu diciptakan suasana yang kondusif dalam PPK di sekolah. Hal yang
paling utama adalah adanya keteladanan dari Kepala Sekolah, guru dan tenaga
kependidikan.
[Untuk modul penguatan pendidikan karakter, dapat anda download melalui link berikut ini]
[Untuk modul penguatan pendidikan karakter, dapat anda download melalui link berikut ini]
b. Penguatan Budaya Literasi
Selain Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK), pada kurikulum 2013 juga ditekankan tentang penguatan budaya
literasi. Sebagaimana diketahui bahwa minat baca Indonesia masih rendah. Sebuah
survei yang dilakukan Central Connecticut State University di New Britain yang
bekerja sama dengan sejumlah peneliti sosial menempatkan Indonesia di peringkat
60 dari 61 negara terkait minat baca. Survei dilakukan sejak 2003 hingga 2014.
Indonesia hanya unggul dari Bostwana yang puas di posisi 61. Sedangkan Thailand
berada satu tingkat di atas Indonesia, di posisi 59. (Media
Indonesia, 30/8/2016).
Data statistik UNESCO pada 2012
juga menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya,
dari 1.000 penduduk, hanya satu warga yang tertarik untuk membaca. Menurut
indeks pembangunan pendidikan UNESCO ini, Indonesia berada di nomor 69 dari 127
negara. Keprihatinan kita makin bertambah jika melihat data UNDP yang
menyebutkan angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen.
Sebagai pembanding, di Malaysia angka melek hurufnya 86,4 persen (Republika, 15/12/2014).
Berdasarkan hal tersebut di atas,
sejak tahun 2015 melalui penerbitan Permendikbud Nomor 23 tahun 2015 tentang
Penumbuhan Budi Pekerti, Gerakan Literasi menjadi salah satu bentuk penumbuhan
budi pekerti di sekolah. Salah satu bentuknya adalah pembiasaan membaca buku
non pelajaran selama 15 menit sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan minat baca di kalangan siswa.
Budaya literasi juga ditumbuhkan
melalui integrasi dalam pembelajaran, utamanya dalam penerapan pendekatan
saintifik yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar,
dan mengomunikasikan yang dikenal dengan 5M. Skenario pembelajaran juga diharapkan
mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis (critical
thinking) dan penilaian hasil belajar pada level kemampuan berpikir tingkat
tinggi (High Order Thinking Skill/HOTS)
siswa di mana arahnya pada menemukan dan menyelesaikan masalah. Hal tersebut tentunya
harus tergambar pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh
guru.
Literasi pada jenjang SD harus
diperkuat, karena SD adalah fondasi dalam pendidikan siswa. Literasi merupakan
pintu gerbang untuk menguasai materi pelajaran. Di kelas rendah (I-III)
diajarkan membaca, menulis, dan berhitung (Calistung) yang notabene merupakan
literasi yang paling mendasar.
Literasi secara sederhana
diartikan sebagai keberaksaraan. Dalam perkembangannya, literasi bukan hanya
diidentikkan dengan kemampuan calistung, tetapi juga pada aspek yang lain
seperti kemampuan memilih dan memilah informasi, berkomunikasi, dan
bersosialisasi dalam masyarakat. UNESCO tahun 2003 menyatakan bahwa “Literasi
lebih dari sekedar membaca dan menulis. Literasi juga mencakup bagaimana
seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan
hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya.”
Walau pengertian literasi sudah
berkembang, aktivitas membaca dan menulis merupakan hal yang paling mendasar
dalam literasi. Mengapa demikian? Karena memilih dan memilah informasi tentunya
dilakukan dengan membaca. Dan aktivitas membaca hanya dilakukan jika ada bacaan
yang notabene karya para penulis.
c. Pembelajaran Abad 21
Pada kurikulum 2013 diharapkan
dapat diimplementasikan pembelajaran abad 21. Hal ini untuk menyikapi tuntutan
zaman yang semakin kompetitif. Adapun pembelajaran abad 21 mencerminkan empat
hal. Pertama,
kemampuan berpikir kritis (critical thinking
skill). Kegiatan pembelajaran dirancang untuk mewujudkan hal tersebut
melalui penerapan pendekatan saintifik (5M), pembelajaran berbasis masalah,
penyelesaian masalah, dan pembelajaran berbasis projek.
Guru jangan risih atau merasa
terganggu ketika ada siswa yang kritis, banyak bertanya, dan sering
mengeluarkan pendapat. Hal tersebut sebagai wujud rasa ingin tahunya yang
tinggi. Hal yang perlu dilakukan guru adalah memberikan kesempatan secara bebas
dan bertanggung bertanggung jawab kepada setiap siswa untuk bertanya dan
mengemukakan pendapat. Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan dan membuat
refleksi bersama-sama. Pertanyaan-pertanyaan pada level HOTS dan jawaban
terbuka pun sebagai bentuk mengakomodasi kemampuan berpikir kritis siswa.
Kedua, kreativitas (creativity).
Guru perlu membuka ruang kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya.
Kembangkan budaya apresiasi terhadap sekecil apapun peran atau prestasi siswa.
Hal ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk terus meningkatkan prestasinya.
Tentu kita ingat dengan Pak Tino Sidin, yang mengisi acara menggambar atau
melukis di TVRI sekian tahun silam. Beliau selalu berkata “bagus” terhadap
apapun kondisi hasil karya anak-anak didiknya. Hal tersebut perlu dicontoh oleh
guru-guru masa kini agar siswa merasa dihargai.
Peran guru hanya sebagai fasilitator
dan membimbing setiap siswa dalam belajar, karena pada dasarnya setiap siswa
adalah unik. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Howard Gardner bahwa
manusia memiliki kecerdasan majemuk. Ada delapan jenis kecerdasan majemuk,
yaitu; (1) kecerdasan matematika-logika, (2) kecerdasan bahasa, (3) kecerdasan
musikal, (4) kecerdasan kinestetis, (5) kecerdasan visual-spasial, (6)
kecerdasan intrapersonal, (7) kecerdasan interpersonal, dan (8) kecerdasan
naturalis.
Ketiga, komunikasi (communication).
Abad 21 adalah abad digital. Komunikasi dilakukan melewati batas wilayah negara
dengan menggunakan perangkat teknologi yang semakin canggih. Internet sangat
membantu manusia dalam berkomunikasi. Saat ini begitu banyak media sosial yang
digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi. Melalui smartphone yang
dimilikinya, dalam hitungan detik, manusia dapat dengan mudah terhubung ke
seluruh dunia.
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pengertian komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau
berita dari dua orang atau lebih agar pesan yang dimaksud dapat dipahami.
Sedangkan Wikipedia dinyatakan bahwa komunikasi adalah “suatu proses dimana seseorang
atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan
menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain”.
Komunikasi tidak lepas dari
adanya interaksi antara dua pihak. Komunikasi memerlukan seni, harus tahu dengan
siapa berkomunikasi, kapan waktu yang tepat untuk berkomunikasi, dan bagaimana
cara berkomunikasi yang baik. Komunikasi bisa dilakukan baik secara lisan,
tulisan, atau melalui simbol yang dipahami oleh pihak-pihak yang berkomunikasi.
Komunikasi dilakukan pada lingkungan yang beragam, mulai di rumah, sekolah, dan
masyarakat. Komunikasi bisa menjadi sarana untuk semakin merekatkan hubungan
antar manusia, tetapi sebaliknya bisa menjadi sumber masalah ketika terjadi
miskomunikasi atau komunikasi kurang berjalan dengan baik. Penguasaan bahasa
menjadi sangat penting dalam berkomunikasi. Komunikasi yang berjalan dengan
baik tidak lepas dari adanya penguasaan bahasa yang baik antara komunikator dan
komunikan.
Kegiatan pembelajaran merupakan
sarana yang sangat strategis untuk melatih dan meningkatkan kemampuan
komunikasi siswa, baik komunikasi antara siswa dengan guru, maupun komunikasi
antarsesama siswa. Ketika siswa merespon penjelasan guru, bertanya, menjawab
pertanyaan, atau menyampaikan pendapat, hal tersebut adalah merupakan sebuah
komunikasi.
Keempat, kolaborasi (collaboration).
Pembelajaran secara berkelompok, kooperatif melatih siswa untuk berkolaborasi
dan bekerjasama. Hal ini juga untuk menanamkan kemampuan bersosialisasi dan
mengendalikan ego serta emosi. Dengan demikian, melalui kolaborasi akan
tercipta kebersamaan, rasa memiliki, tanggung jawab, dan kepedulian
antaranggota.
Sukses bukan hanya dimaknai
sebagai sukses individu, tetapi juga sukses bersama, karena pada dasarnya
manusia disamping sebagai seorang individu, juga makhluk sosial. Saat ini
banyak orang yang cerdas secara intelektual, tetapi kurang mampu bekerja dalam
tim, kurang mampu mengendalikan emosi, dan memiliki ego yang tinggi. Hal ini
tentunya akan menghambat jalan menuju kesuksesannya, karena menurut hasil
penelitian Harvard University, kesuksesan seseorang ditentukan oleh 20% hard
skill dan 80% soft skiil. Kolaborasi merupakan gambaran seseorang yang memiliki soft
skill yang matang.
Semoga implementasi kurikulum
2013 mencapai tujuan yang diharapkan dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan nasional, dan melahirkan generasi bangsa yang memiliki kompetensi
dari sisi pengetahuan, sikap, dan keterampilan, serta mampu menjawab tantangan
zaman yang semakin kompleks dan dinamis.* (Idris
Apandi)
*Idris
Apandi, Widyaiswara
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat.
Sumber: http://dikdasmen.kemdikbud.go.id/index.php/%E2%81%A0%E2%81%A0%E2%81%A0tiga-agenda-penting-implementasi-kurikulum-2013/
[lihat juga, Pencairan Sertifikasi Guru (SKTP) Triwulan 1, 2, 3, dan 4]
Sekian informasi terkait dengan Tiga Agenda Penting Implementasi Kurikulum 2013
[lihat juga, Pencairan Sertifikasi Guru (SKTP) Triwulan 1, 2, 3, dan 4]
Sekian informasi terkait dengan Tiga Agenda Penting Implementasi Kurikulum 2013
BERITA LENGKAP DI HALAMAN BERIKUTNYA
Halaman Berikutnya